Koleksi Terbaru :
Koleksi Buku

Agum Gumelar



 Jenderal Bersenjata Nurani

Sosok Agum Gumelar yang penuh warna, merupakan bahan menarik untuk direkam dalam bentuk buku. Dan, “warna” itu pun begitu terasa ketika penulis mewawancarai sejumlah narasumber, baik dari kalangan keluarga, rekan sejawat, mantan atasan, anak buah, maupun beberapa anggota masyarakat yang pernah bersentuhan dengan dirinya. Beragam komentar dan kisah meluncur dari cerita mereka. Ada rasa haru yang membiru, ada ketegangan yang mencekam, ada pula gelak tawa karena kisah yang memang kocak. Semua itu makin menegaskan begitu berwarnanya perjalanan hidup Agum Gumelar.

Namun demikian, dengan beragamnya kisah yang dialami narasumber ketika berinteraksi dengan Agum Gumelar, ada satu hal yang senantiasa muncul dari kisah mereka, yaitu sikap kedermawanan, penuh perhatian, dan kemampuannya memelihara perkawanan. Ia selalu menganggap seseorang itu begitu penting di matanya. Tak heran bila ada yang menyebut Agum Gumelar sebagai jenderal yang humanis; ada pula yang menyebut solidarity maker. Satu hal lagi yang menjadi ciri khas Agum Gumelar, yakni sikapnya yang optimis dalam menghadapi apa pun. Hal ini senantiasa ditularkannya ke lingkungan sekitar.

Berdasarkan catatan-catatan tersebut, pada tahun 2003, dimulailah penulisan buku profil Agum Gumelar. Setelah mengalami perubahan plot di tengah jalan, akhirnya terbitlah buku yang kini berada di tangan Anda.

    Penulis    : Retno Kustiati dan Fenty Effendy
    Penerbit : PT Pustaka SINAR HARAPAN
    Cetakan Pertama : Juni 2004
    Ukuran : xxii + 266 hlm, 14 x 20 cm
    ISBN : 979-416-820-3

{[['']]}

Dari Krisis menjadi Damai



 Vegan Organik adalah Jawabannya

Dalam berbagai konferensi, wawancara dengan para jurnalis, dan pertemuan dengan para siswa pada tahun-tahun belakangan ini, Maha Guru Ching hai telah berbicara dengan urgensi yang semakin meningkat tentang krisis iklim di Bumi saat ini. Sebagaimana yang beliau katakan, “planet kita adalah sebuah rumah yang sedang terbakar. Jika kita tidak bekerja sama dengan semangat bersatu untuk memadamkan api itu, kita tidak akan memiliki rumah lagi.” Tetapi beliau juga memberikan solusi yang mengangkat bagi umat manusia, solusi yang dengan mudah dapat dilakukan oleh setiap individu: “Jadilah vegan untuk menyelamatkan Bumi.”

Dengan meningkatnya krisis, bencana-bencana alam merenggut puluhan ribu jiwa dan membuat jutaan orang mengungsi dari rumah mereka, dengan kerugian finansial hingga miliaran dolar. Naiknya permukaan air laut telah menenggelamkan banyak pulau dan mengancam keberadaan beberapa negara kepulauan. Selain itu, pola curah hujan yang tidak menentu dan semakin parahnya kekeringan telah mempengaruhi banyak wilayah, sehingga memperparah kekurangan pangan dan air. Dan para ahli iklim memperingatkan akan datangnya kondoso cuaca yang jauh lebih ekstrem, dengan kemungkinan adanya “pemanasan global tak terkendali.”

Dalam buku ini Maha Guru Chang Hai menyajikan faktor-faktor utama yang terkait dengan pemanasan global, dan yang lebih penting, akar penyebabnya: industri peternakan.

Faktanya, banyak penelitian ilmiah mendukung pandangan Maha Guru Chang Hai, yang telah beliau jabarkan selama dua puluh tahun lebih.

Memang, umat manusia sedang menghadapi titik balik yang sangat genting. Kita hanya punya satu kesempatan untuk menyelamatkan planet ini dan sekaranglah saatnya. Hanya dengan menerapkan pola makan nabati yang penuh kebaikan, menyelamatkan hidup maka kita dapat mengusir kegelapan yang menyelimuti kita. Dan langkah kecil ini nantinya akan memacu umat manusia ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Kita akan memulihkan keharmonisan di planet Bumi sehingga menuntun kita menuju Zaman Keemasan yang damai, indah, dan penuh kasih. Sebagaimana yang dijanjikan Maha Guru Chang Hai, kita akan menikamati Surga di Bumi.

Marilah kita semua meraih kesempatan ini dan melakukan perubahan hari ini. Marilah kita semua memilih untuk berevolusi dan mengangkat peradaban dan planet kita.

Untuk membagikan kasih yang berlimpah, ajaklah orang-orang terkasih dan teman-teman Anda untuk membaca buku ini. Buku ini dicetak di atas kertas daur ulang dengan tinta dari kadelai.

    Penulis    : Maha Guru Ching Hai
    Penerbit : Love Ocean Creative International Company, Ltd.
    Cetakan Pertama : Edisi kedua, Juni 2011
    Ukuran : xv + 193 hlm, 14 x 20 cm
    ISBN : 978-986-86252-8-0
{[['']]}

Geger Talangsari



 Serpihan Gerakan Darul Islam

Karya ini, hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh Widjiono Wasis, yang disusun dan ditulis – menurut Ramadhan K.H. – dengan gaya yang ganjil, tidak konvensional, lancar, dan jarang terdapat dalam buku-buku serupa mengenai penelitian peristiwa.

Penulis telah mengeluarkan biaya dan perhatian yang luar biasa, termasuk waktu yang sangat panjang dalam proses penelitian yang tidak selalu berjalan lancar, sampai akhirnya berhasil menyuguhkan karya ini.

Yang cukup menarik ialah penutup dari karya ini, mengedepankan islah sebagai pokok untuk menyelesaikan setiap perselisihan – seberapa pun kadarnya – demi kedamaian dan persatuan serta untuk menghindari perpecahan yang tidak berujung.

Semoga buku ini mampu memberikan sumbangan yang berarti.



    Penulis    : Widjiono Wasis
    Penerbit : Balai Pustaka
    Cetakan Pertama : 2001
    Ukuran : xxvi + 296 hlm, 14 x 20 cm
    ISBN : 979-666-656-1
{[['']]}

Dari Salawat Dedaunan sampai Kunang-Kunang di Langit Jakarta




Dalam sekali pukul pembacaan, kita kan menemukan sedikit ciri yang menandai sebagian besar cerpen (di buku ini). Pertama adalah pilihan bentuk dan gaya, atau cara penceritaan yang secara dominan dipenuhi oleh kecenderungan yang mistik, lalu mengarahkan cerita pada kesimpulan akhir yang supranatural dan surealistik. Tak kurang dari 50 persen (11 cerpen) yang memiliki kecenderungan semacam ini, mulai dari “Wiro Seledri” karya GM Sudarta, “Biografi Kunang-kunang” (Sunggung Raga), “Burung Api Siti” (Triyanto Triwikromo), hingga “Malam di Kota Merah” (Toni Lesmana), “Batas Tidur” (Gde Aryantha Soetama). Dua cerpen yang terpilih “terbaik” pun – “Salawat Dedaunan” (Yanusa Nugroho) dan “Kunang-kunang di Langit Jakarta” (Agus Noor) – memiliki sub-genre yang sama.

Dalam kumpulan ini, ketujuh cerpen terpilih tetap dalam tegangan itu, saat mereka menjemput kembali khazanah cerita lokal, hingga logika, mitologi, dan mistisisme lokalnya. Katakanlah karya-karya mulai dari “Orang-orang Larenjang” (Damhuri Muhammad), “Pakiah dari Pariangan” (Gus tf Sakai), “Mar Beranak di Limas Isa” (Guntur Alam), “Ikan Kaleng” (Eko Triono), dan lainnya.

Cerpen Salawat Dedaunan dibungkus dalam alur sederhana dan bahasa yang mudah diikuti, tetapi memancing imajinasi yang tinggi. Kemuraman religiusitas masyarakat disikapi dengan cara-cara yang amat “nglakoni”. Berbuat adalah cara paling baik untuk mendorong sebuah perubahan sikap. Kendati perubahan sikap masyarakat kemudian terjadi karena alasan berbeda, tetapi dorongan untuk berubah itu dipicu oleh tindakan tak kenal menyerah. Kunang-kunang di Langit Jakarta, mengunyah simbolisasi itu menjadi jiwa-jiwa yang melayang di setiap gedung, yang dulu menjadi situs pemerkosaan serta kemalangan yang terjadi saat kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Cerpen ini melukiskan realitas tragedi dengan cara-cara yang romantik, tetapi menggugah.

    Penulis    : Kumpulan Penulis
    Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
    Cetakan Pertama : Juni 2012
    Ukuran : xxvi + 214 hlm, 14 x 21 cm
    ISBN : 978-979-709-651-9
{[['']]}

Total Klik

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014. Dewata Buku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger